Search

125 Ekor Burung Jalak Bali Dilepas Ke Alam Liar

BERITA KLATEN –  Sejumlah 125 ekor burung Jalak Bali, atau Curik Bali, hasil penangkaran di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah, dilepaskan ke alam liar. Tepatnya, dilepas ke populasi atau habitat aslinya di Taman Nasional Bali Barat.

Seremoni pelepasan burung Jalak Bali hasil penangkaran diselenggarakan secara khusus Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. Bertempat di Kantor Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah.  Ada 125 ekor burung Jalak Bali, atau Curik Bali, umur 2 – 3 bulan, telah disiapkan untuk dikembalikan ke populasi atau habitat aslinya di Taman Nasional Bali Barat, pada waktu yang tepat dilepas.

Pelepasan burung hasil penangkaran merupakan kewajiban para penangkar satwa atau hewan yang dilindungi. Setiap penangkar wajib menyumbangkan 10 persen setiap tahunnya dari hasil kegiatan penangkaran yang dilakukan. Program pemerintah yang telah berlangsung sejak tahun 2017,  ini menjadi salah satu syarat dikeluarkannya surat ijin penangkaran.

Selain seremoni pelepasan, pemerintah diwakili pihak BKSDA Jawa Tengah juga memberikan piagam penghargaan kepada pemerintahan Kabupaten Klaten yang telah ikut mendampingi kegiatan penangkaran di Desa Jimbung. Terutama, penghargaan diberikan kepada paguyuban para penangkar burung Jalak Bali di Desa Jimbung, yang hingga kini telah dikenal sebagai pusat penangkaran burung Jalak Bali di Jawa Tengah, bahkan di seluruh Indonesia.

Plt Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Direktorat Jenderal KSDA, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), drh Indra Explotasia menjelaskan, secara teknis, sebelum dilepas liar ke habitatnya, burung-burung hasil penangkaran nantinya akan dikarantina terlebih dahulu.

“Tim BKSDA akan melakukan pemeriksaan psikis dan laboratoris, proses rahabilitasi, dan habituasi. Persiapan menuju lepas liar ke alam bisa memakan waktu hingga kurang lebih setahun,” jelas drh Indra.

Ketua Paguyuban Penangkar Burung AJS (Asosiasi Jalur Sukses), Siswanto mengungkapkan, restoking merupakan kewajiban setiap penangkar. Sebagian hasil penangkaran yang dilakukan memang mesti dikembalikan ke alam liar. Para penangkar sangat bangga dan senang bisa ikut serta dalam pelestarian alam. Ditanya apakah burung-burung hasil penangkaran bisa menyesuaikan di alam liar, Siswanto meyakinkan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Kita menyerahkan ke BKSDA itu kan anakan (burung jalak). Nantinya di sana masih dikarantina dulu. Pakannya disesuaikan secara berkala dengan perkembangan burung. Mulai biji-bijian, lalu serangga, dan seterusnya,” jelas Siswanto.

Sementara, salah seorang penangkar burung Jalak Bali, Edi Santoso mengaku senang dan bangga bisa ikut serta menyumbangkan burung jalak hasil tangkarannya ke habitatnya di alam. Tahun ini, Edi menyumbang 6 ekor burung jalak, yang dimaknainya sebagai sedekah alam.

“Harga burung jalak usia 2 – 3 bulan berkisar Rp1,5 juta. Edi sendiri telah menekuni profesi sebagai penangkar burung selama 10 tahun terakhir,” tutur Edi kepada wartawan.

Penulis : iwi

Editor :  ksd

Cloud Hosting Indonesia

Tinggalkan Komentar