BERITA KLATEN – Kebaktian dalam rangka pesta emas Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wedi di GKJ Wedi, Kabupaten Klaten, Jateng terasa semarak, Minggu (7/4/2019) pagi. Mengawali ibadah ditembangkan lagu-lagu daerah diiringi musik nuansa Jawa dan modern, dan prosesi arakan diiringi tembang Macapat Mijil Wigaringtyas.
Ibadat syukur hari ulang tahun ke-50 GKJ Wedi yang dikemas dengan nuansa etnik Jawa dengan iringan kolaburasi musik etnik suasana ibadat syukur terasa kusuk dan semarak. Tarian yang dilakukan oleh anak-anak dan nyanyian tembang Jawa serta iringan kolaburasi musik tradisional dan modern terasa hanyut dalam imaginasi. Ibadat syukur pesta ulang tahun emas GKJ Wedi mengambil tema Berbagi Dalam Karya & Kebajikan dilayani oleh tiga pendeta, ialah Pendeta Pdt Emeritus Rusmin Kristanto, Pdt Uri Christian Sakti Labeti, dan Pdt Rian Pandhu Bagaswara.
Pendeta Uri Christian Sakti Labeti dalam kotbahnya antara lain mengatakan umat Kristen mesti siap melayani pada sesama umat. Ia menegaskan seorang umat Kristen yang terpandang mampu ketika ditunjuk menjadi majelis mestinya siap untuk melayani. Merujuk Nabi Musa yang membawa Bangsa Israel ke tanah terjanji banyak rintangan. Meski banyak rintangan namun Nabi Musa tidak menyerah. Pendeta Uri Christian Sakti Labeti mengajak umat Kristen di GKJ Wedi agar berkarya bagi sesama manusia.
Ketua panitia perayaan hari ulang tahun pesta emas GKJ Wedi Bambang Suryadi, pada Berita Klaten mengungkapkan Ibadah nuansa etnik dipilih supaya ibadah lebih semarak sekaligus turut serta dalam partisipasi pengembangan budaya. Mengingat agama juga lahir dari budaya dengan tarik ulurnya. Bagi GKJ sendiri, unsur-unsur budaya dapat dimanfaatkan dalam tugas pewartaan maupun pemeliharaan. Budaya yang dimaksud tidak sebatas pada budaya Jawa klasik tetapi juga budaya kontemporer yang juga dapat diterima anak-anak milenial. Sehingga tanpa kehilangan akar budaya Jawanya, mereka dapat tetap belajar Budaya Jawa dengan kacamata masa kini. Walaupun kemungkinan akan menimbulkan budaya hibrid dari dua budaya atau lebih yang menimbulkan budaya baru.
Pada akhir ibadah diarak tumpeng ke altar untuk dilakukan potong tumpeng. Potong tumpeng 1 dilakukan oleh Pendeta Emeritus Rusmin Kristanto yang diserahkan pada salah seorang umat yang usianya cukup tua. Kemudian potong tumpeng 2 dilakukan Pendeta Rian Pandhu Bagaswara. Selanjutnya diteruskan sarapan nasi gudang bersama-sama umat.(ksd)