Dalam bacaan Injil menurut Yohanes diceritakan Thomas tidak percaya kebangkitan Yesus dari cerita para lainnya. Thomas akan percaya bila sudah melihat Yesus dan akan mencucukkan jarinya kedalam telapak tangan Yesus bekas paku, dan mencucukkan tangannya ke dalam lambung Yesus. Suatu hari datanglah Yesus pada para murid-muridnya, dan Thomas langsung disuruh memasukkan tangannya ke dalam luka dan lambung-Nya.
Pada peristiwa itu Thomas langsung secara aklamasi melakukan pengakuan dan percaya pada Yesus yang telah bangkit dari mati. Pada saat itu juga Yesus langsung bersabda, “Karena telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” Ini menjadi kerahiman Allah pada umat manusia.
Mengabdosi tulisan Romo Ch Sutrasno Purwanto Pr dalam renungan Sabtu-Minggu (2-3 April) dipaparkan kerahiman merujuk pada kasih Allah yang bisa dibayangkan dengan gambaran rahim seorang ibu. Seperti rahim yang melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa syarat, membawa kemana-mana. Demikian pula kasih Allah terhadap umat manusia. Dengan kerahiman-Nya Allah melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa syarat, dan menyertai kemana-mana. Seperti bayi tidak dapat hidup dan bertumbuh tanpa rahim ibu demikian juga manusia tidak dapat hidup tanpa kerahiman Allah. Di dalam Yesus, kerahiman Ilahi dinyatakan dan diwujudkan secara utuh dalam sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya.
Kesadaran akan keadaan diri manusia yang malang dan menderita karena dosa serta keyakinan akan kerahiman Allah seharusnya mendorong kita untuk bertobat dan kembali kepada Allah, yang akan menberikan kedamaian dan rasa aman. Coba bandingkan dengan perumpamaan anak hilang dalam Lukas 15:11-32 yang menceritakan pulangnya anak bungsu kepada ayahnya setelah menyadari belas kasih ayahnya. Kasih Ilahi selalu mendahului kasih kita kepada-Nya. Kerahiman Allah menjadi andalan kita dalam perjuangan menghadapi tantangan kehdupan. Kerahiman Allah yang tidak mengenal batas ditegaskan itu oleh Paus Fransiskus, “Allah tidak pernah lelah dan bosan untuk mengampuni, tetapi justru kitalah yang sering merasa bosan untuk memohon ampun”. Santo Yohanes Maria Vianney mengungkapkan, banyak orang berkata “Aku telah melakukan banyak perbuatan Jahat. Tuhan tidak bisa mengampuniku”. Ini merupakan kesesatan karena membatasi kerahiman Allah. Kerahiman Allah tidak memiliki batas. Meragukan kerahiman-Nya berarti menghina Tuhan kita yang Maharahim.
Kerahiman Ilahi dirayakan pada hari Minggu Paskah ke-2 yang menceritakan ketidakpercayaan Thomas terhadap cerita para murid tentang kebangkitan Yesus sebelum dia dapat membuktikannya sendiri. Kebangkitan Yesus dan juga Kerahimannya terlalu agung dan jauh melampaui kemampuan akal budi manusia untuk memahaminya. Sikap skeptis yang berlebihan membuat kita kehilangan kesempatan untuk mengalami Kerahiman-Nya. Sikap yang sepantasnya kita kembangkan berhadapan dengan misteri Kerahiman Ilahi. Semakin kita percaya kepada-Nya, semakin berlimpah rahmat yang kita terima. Semoga Paskah ke-2 semakin meningkatkan kepercayaan kita pada Yesus sang mesias. Berkah dalem. (ksd)